DIENG, MINGGU - Situs kompleks percandian Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (28/7) ramai dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara, menyusul selesai dipugarnya Candi Arjuna. Berbagai atraksi kesenian tradisional masyarakat setempat ditampilkan. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang datang untuk meresmikan Museum Kailasa dan Candi Arjuna setelah dipugar sejak 2006 lalu, menyatakan kekagumannya akan keindahan alam kawasan dataran tinggi Dieng yang berhawa sejuk.
"Kawasan wisata ini menarik untuk jadi wisata bulan madu, karena sepi dan dingin. Orang Jepang dan Korea senang tempat seperti ini untuk menikmati bulan madunya. Saya saja berpikir, kapan bisa bulan madu kedua di Dieng," katanya.
Dataran tinggi Dieng berada pada ketinggian 2.000 - 2,500 mdpl, terkenal karena tinggalan purbakala dan pemandangan alamnya. Sampai saat ini terdapat 22 prasasti berbahasa Jawa Kuno yang berisi gambaran Dieng sebagai pusat kegiatan religius. Dieng semula merupakan gunung berapi yang meletus dengan dahsyat, dan menyebabkan puncaknya hancur. Dataran terbentuk dari kawah gunung yang telah mati kemudian jadi danau dan dikeringkan untuk kegiatan agama Hindu.
Abad ke VIII sampai XII Masehi, dibangun candi-candi. Situs kompleks percandian Dieng seluas 900.000 meter persegi terdiri dari kompleks Candi Arjuna, Candi Dwarawati, Candi Gatot Kaca, dan Candi Bima. Kompleks Candi Arjuna terdiri dari Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
Jero Wacik menjelaskan, kawasan percandian Dieng dikembangkan atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai tempat tujuan wisata, bukan hanya kompleks percandian Dieng yang menarik untuk dinikmati, tetapi juga keindahan alam dan sejuknya hawa pegunungan, serta wisata alam dengan empat buah telaga.
"Sekarang dilengkapi dengan Museum Kailasa, yang memberikan informasi tentang kepurbakalaan di dataran tinggi Dieng. Di museum ada temuan-temuan lepas yang sangat bernilai, arca khas Dieng seperti arca Siwa Trisirah dan Siwanandisawahanamurti. Benda-benda purba itu bukan tidak ada makna, tapi punya filosofi dan pemahaman akan nilai luhur," paparnya.
Menurut Jero Wacik, pemahaman ini diharapkan dapat mengubah sikap masyarakat khususnya generasi muda dalam memandang arti pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya, situs, dan kawasan. Juga bagi masyarakat sekitar Dieng agar dapat terlibat secara aktif dalam pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya setempat.
Kita sadar dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, banyak dampak terjadi pada perkembangan budaya bangsa. Situs ini adalah sekelumit andil dalam melestarikan budaya bangsa yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara Indonesia. Mari kita curahkan isi hati kita disini dan urun rembuk biar sekecil apapun hingga kesenian dan budaya tetep bisa lestari, anggun dan berwibawa di negeri sendiri Moga-moga ini akan menjadi sumbangan yang sangat berarti budaya & pariwisata nusantara.
Selasa, 28 Juli 2009
Wisata Panorama Dinasti Sanjaya
Dieng, Bulan Madu Menikmati Candi
Senin, 28 Juli 2008 | 17:31 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar