Rabu, 30 Desember 2009

Selamat Tahun baru 2010

Hari ini adalah hari yang terakhir
di tahun 2009
Sudah banyak kita dapatkan kenangan di tahun ini
yang indah dan yang kurang
semua itu adalah karena kita juga
mari kita ambil yang bisa kita gunakan sebagai bekal
menyongsong tahun 2010
tahun yang penuh harapan tentunya
kita harus lebih berbesar hati
hingga di tahun depan kita dapatkan yan lebih baik
dan Tuhan selalu bersama kita
lebih banyak berkah
dan jauh dari segala hambatan dan kesulitan

SELAMAT TAHUN BARU 2010

Senin, 23 November 2009

Terima Kasih atas Ucapan rekan-rekan

Tiada hal yang terindah di hari ini selain mengucapkan terima kasih atas ucapan, pemberian semangat dan doa dari rekan-rekan , sukses juga untuk rekan-rekan semua.Hanya Tuhan yang bisa membalas ketulusan hati rekan-rekan, semoga kita semua dalam Rachmat, Karunia, Berkah dan Lindungan-Nya, Amin.... amin.... amin ..........

Minggu, 01 November 2009

Daftar Harga Komik

Bagi rekan-rekan yang berminat mendapatkan komik lawas dari koleksi Wisata Jadul , disini ada daftgar harganya. Selanjutnya silakan hubungi 081328355345.

Selasa, 06 Oktober 2009

Suatu Ketika Kehidpan pak Hasmi

[ Rabu, 30 September 2009 ]
Hasmi, sang Pencipta Gundala; Dulu dan Sekarang
Ngurus Anak, Tak Lagi Kuat Bikin Komik

Tokoh Gundala pernah difilmkan pada 1981. Untuk pembuatan film itu, Hasmi mengatakan mendapat uang Rp 1,5 juta. Uang itu kini seakan tak berbekas. Dan, Hasmi pun sekarang sehari-hari bekerja serabutan.



KETIKA kali pertama membuat komik Gundala pada 1969, Hasmi sama sekali tidak berpikiran bahwa komiknya itu bakal difilmkan. Dia menyadari, tidak mudah dan tidak murah membuat film superhero. Apalagi, dunia pem�buatan film di Indonesia sa�at itu belum se�canggih di Ame��rika yang sudah biasa membuat film-film superhero. Saat Gundala kali pertama difilmkan pada 1981, Hasmi tidak terlibat dalam pembuatannya.

Sebagai penulis asli cerita superhero Gundala, Hasmi hanya dimintai saran dan pertimbangan tentang plot cerita awal Gundala. Namun, pengembangannya diserahkan kepada penulis skenario. ''Saya hanya ditanya-tanya soal Gundala. Seperti apa karakternya dan bagaimana latar belakangnya. Setelah itu, saya murni penonton, tidak terlibat di dalamnya,'' ujarnya kepada Radar Jogja (Jawa Pos Group) kemarin (29/9).

Selama syuting Gundala di Jakarta, Has�mi diundang untuk melihat pembuatannya. Tak heran, dia akhirnya de�kat dengan pemeran Gundala, Teddy Purba. Mengenai film Gundala yang sudah diproduksi, Hasmi beropini secara objektif. Karakter Gundala dari segi cerita secara umum memang dirasa Hasmi sesuai dengan imajinasinya.

Namun, sayang, teknologi yang digunakan saat itu sangat tidak memadai. ''Misalnya, membuat adegan ledakan atau pertarungan. Saya mengakui, saat itu teknologi kita belum bisa untuk membuat film superhero. Jadi, secara tek�nis masih sangat jelek,'' katanya.

Sebelum film Gundala diproduksi, Hasmi mendapat sejumlah uang sebagai hak beli pembuatan film Gundala. PT Can�cer Mas Film (pembuat film Gundala) memberikan uang Rp 750 ribu pa�da 1977. ''Uang itu untuk kontrak selama dua tahun. Memang, rencananya, Gundala akan dibuat dalam kurun waktu 1977-1978,'' tuturnya. Namun, ternyata proses mempersiapkan pembuatan film molor se�hingga Gundala the Movie tidak bisa dibuat dalam waktu dua tahun.

Karena itu, PT Cancer Mas Film memperbarui kontrak dengan Hasmi. Pada 1978, Hasmi mendapat Rp 750 untuk perpanjangan kontrak.

''Akhirnya Gundala dibuat dua tahun setelah 1978. Kemudian, dikenalkan kepada penonton pada 1981,'' jelasnya.

Selain uang Rp 1,5 juta tersebut, Hasmi menyatakan tidak mendapatkan royalti dari film Gundala yang dibuat. ''Totalnya ya itu tadi, Rp 1,5 juta, dalam waktu empat tahun,'' tambahnya.

Saat ini Hasmi bekerja serabutan, mes�ki masih aktif berkesenian. Di antaranya, beberapa kali dia ikut bermain untuk sinetron dan FTV. Selain itu, dia terdaftar sebagai art manager PT Bumi Langit, perusahaan yang memegang hak cipta Gundala. ''Belum lama ini film televisi Ada Cinta di Stasiun Tugu diputar. Di situ saya berperan sebagai bapak. Beberapa perusahaan pembuat film kadang masih menghubungi saya. Tapi, peran saya terbatas menjadi bapak-bapak saja karena memang sudah tua,'' paparnya tergelak.

Meski begitu, Hasmi mengatakan, kesibukan utamanya ialah mengasuh kedua putrinya. ''Kegiatan berkesenian jalan terus, tapi tidak intens seperti dulu. Untuk membuat komik saja, frekuensinya sudah jauh berkurang. Pekerjaan utama saya sekarang ngurus anak,'' jawabnya. (luf/jpnn/kum)

---

Sekilas tentang Gundala

- Muncul pertama dalam komik Gundala Putra Petir pada 1969.

- Pencipta: Harya Sura Minata.

- Lokasi cerita sering digambarkan di Kota Jogja

- Pada 1982, Gundala difilmkan. Setting cerita dibuat di Jakarta.

- Gundala termasuk karakter komik yang cukup populer di Indonesia selain Si Buta dari Gua Hantu, Panji Tengkorak, dan Godam.

Cerita singkat:

Sancaka, seorang peneliti genius, menemukan serum antipetir. Suatu hari, ketika sedang berlari di tengah suasana hujan deras, dia disambar petir hingga pingsan. Saat itu, dia ditarik oleh suatu kekuatan dari planet lain, yakni Kerajaan Petir. Di tempat tersebut, dia diangkat sebagai anak oleh Kaisar Kronz, raja di Kerajaan Petir. Sancaka kemudian diberi kekuatan super, yaitu mampu memancarkan geledek dari telapak tangannya. Raja Taifun dari Kerajaan Bayu memberi dia kekuatan lari secepat angin. Sejak itu, Sancaka tampil sebagai Gundala. Kemampuan supernya digunakan untuk menumpas kejahatan.

Teman Gundala:

Godam, Aquanus, Maza, Tira, Merpati, Boga, Kalong, Jin Kartubi, Sembrani, Pangeran Mlaar.

Musuh Gundala:

Ghazul, Pengkor, Ki Wilawuk, dan Athon.

Minggu, 04 Oktober 2009

Kapan Bangsaku Mau Maju ?

Belum Apa-apa, Tommy Soeharto Sudah Dicalonkan sebagai Presiden
Putra mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra, menyampaikan visi dan misinya saat mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar di Gedung Granadi, Jakarta, Kamis (10/9). Pemilihan ketua umum akan dilaksanakan pada Musyawarah Nasional Partai Golkar di Pekan Baru, Riau, pada 4 Oktober mendatang.
Jumat, 11 September 2009 | 03:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum resmi calon ketua umum Partai Golkar periode 2009-2014 Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto terpilih memimpin partai berlambang pohon beringin, ternyata sudah ada suara yang menghendakinya maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Hal tersebut misalnya disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Daerah (DPD) Maluku Tengah Agustinus Rarsina pada acara silaturahmi dan buka bersama jajaran petinggi DPD tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Kamis (10/9) di Gedung Granadi, Jakarta.

"Kita harapkan pada tahun 2014, Bung Tommy bisa jadi calon presiden RI," pekik Agustinus begitu diberikan kesempatan untuk bersuara. Hal ini langsung disambut tepuk tangan oleh sebagian tamu dan undangan yang hadir.

Agustinus menambahkan, "Kami percaya dengan sungguh-sungguh pernyataan (deklarasi) Bung Tommy (untuk memajukan Golkar). Semoga Bung Tommy diberkati Allah."

Beberapa petinggi DPD lainnya juga tidak ketinggalan menunjukkan dukungannya kepada putra bungsu Presiden HM Soeharto tersebut. "Saya siap mendukung dan memfasilitasi Pak Tommy menjadi ketua umum Partai Golkar," ujar Ketua DPD Sukoharjo Rusmanto.

Mendengarkan dukungan-dukungan dari sekian DPD yang hadir sore itu, Tommy Soeharto, yang pernah divonis penjara selama 15 tahun terkait kasus penembakan terhadap hakim agung Syafiuddin Kartasasmita, hanya tersenyum. Namun dirinya mengakui, tentang usulan pencalonan diri sebagai presiden terlalu dini.

Menurut Tommy, dirinya hendak fokus kepada Musyawarah Nasional ke-VIII Partai Golkar yang berlangsung di Pekanbaru, Riau, pada tanggal 4-7 Oktober mendatang. Tommy, pada kesempatan tersebut, berharap masa lalunya tidak akan mengganjal pencalonannya sebagai ketua umum Partai Golkar, yang saat ini tengah diemban oleh M Jusuf Kalla.

"Kita ini negara hukum. Semua ini saya serahkan kepada DPD untuk menilai, apakah (vonis penjara) itu dipolitisir atau tidak," imbuhnya. Sementara itu, menanggapi rencana Jaksa Agung Hendarman Supandji yang akan mengajukan peninjauan kembali terkait kalahnya pemerintah Indonesia di Guernsey, Inggris, dalam perkara uangnya di rekening Garnet Investment Limited di Banque Nationale de Paris dan Paribas cabang Guernsey, Tommy yakin pemerintah akan gagal.

Kemenangan, kata Tommy, tinggal masalah waktu saja. "Kita harapkan Kejaksaan Agung, ke depannya, lebih mengetahui hukum. Di Inggris tidak mengenal istilah peninjauan kembali," ujarnya.



Senin, 24 Agustus 2009

Malaysia = Maling Budaya Indonesia

Seniman Bali Protes Klaim Tari Pendet Oleh Malaysia

Seniman Bali Protes Klaim Tari Pendet Oleh Malaysia

Masyarakat, seniman Bali dan sesepuh penari Bali memprotes klaim Malaysia atas tari pendet. Mereka meminta Malaysia untuk segera mencabut tari pendet dari iklan pariwisata megri jiran tersebut.

Protes ini mereka tuangkan dalam sebuah pegelaran tari pendet di Art Center, Jl Nusa Indah, Denpasar, Bali, Sabtu (22/8/2009).

Tampak hadir dalam pagelaran itu, I Wayan Dibia, dan Luh Arini penggubah tari pendet versi tontonan. Hadir pula Anggota DPD RI asal Bali Ida Ayu Agung Mas.

"Kita prihatin asal diklaimnya tari pendet yang berasal dari Bali oleh Malaysia. Kami anggota DPD, masyarakat, seniman dan sesepuh penari Bali meminta agar Malaysia mencabut tari pendet dalam iklan-iklan mereka," ujar Ida Ayu Agung Mas di sela-sela aksi.

Menurut Ida Ayu, dalam waktu dekat pihaknya melayangkan protes pada Malaysia melalui DPD RI dan pemerintah RI.

"Masyarakat Bali siap membantu pemerintah untuk mendata ulang berbagai kesenian yang ada di Indonesia," ungkapnya.

Dalam pagelaran tersebut, Luh Arini tampil membawakan tarian pendet bersama dengan dua penari cilik. Puluhan pengunjung art center, tampak antusias menyaksikan pagelaran ini.

71 users recommend

Selasa, 11 Agustus 2009

Singosari Cikal Bakal Majaphit

Kamis, 30/07/2009 16:55 WIB

Perumahan Elit Kuno Kerajaan Singosari Ditemukan
Muhammad Aminudin - detikSurabaya


Perumahan Elit Kerajaan Singosari/M Aminudin
Malang - Pusat Penelitian Dan Pengembangan (Puslitbang) Balai Arkeologi Nasional menemukan perumahan elite kuno zaman Kerajaan Singosari. Kini tim masih melakukan pemetaan terhadap temuan yang berada di Dusun Bungkuk, Desa Pagentan, Kecamatan Singosari, Malang.

Proses penggalian sendiri dilakukan sejak 22 Juli 2009 tepatnya di arah timur barat Kompleks Candi Singosari. Dari dua titik penggalian ditemukan sejumlah barang peninggalan abad 10 -13 masehi Dinasti Shung.

Diantaranya, uang kepeng dari perunggu, serpihan tembikar, guci, wowong atau atap rumah, teko, keramik porselen, gacuk, mangkok, cepuk mirip wadah bedak, cucuk atau kendi yang semuanya peninggalan zaman Dinasti Shung abad 10 - 13.

Menurut Ketua Tim Puslitbang Balai Arkeologi Nasional Amelia mengatakan, berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa daerah atau kawasan ini merupakan kompleks atau perumahan elit pada zaman Kerajaan Singosari pada abad 10 sampai masehi.

"Barang-barang yang kita temukan ini hanya dimiliki oleh masyarakat dari kalangan atas atau elite. Bukan milik dari masyarakat biasa," ujarnya saat ditemui di lokasi, Kamis (30/7/2009).

Dalam ekskavasi melibatkan delapan orang ini tim melakukan penggalian di atas lahan seluas empat meter dengan kedalaman satu meter. Mereka juga membersihkan lumpur dan kotoran pada benda kuno yang ditemukan setelah penggalian (eskavasi) situs permukiman zaman Kerajaan Singosari. Struktur batu bata juga kembali ditemukan merupakan kompleks hunian masyarakat. Sebelumnya, ekskavasi telah dilakukan tahun 2002 di lokasi yang sama.

Sementara informasi yang dihimpun, dalam penggalian itu tim peneliti menemukan benda kuno di kompleks tersebut berupa berupa batu ambang pintu, umpak, batu candi, dan arca dari batu andesit di kedalaman 3 meter. Saat itu juga ditemukan batu bata berukuran 20 x 30 x 6 cm.

"Semua temuan telah kita lakukan pendataan dan membersihkan. Agar kita mudah dalam meneliti barang-barang tersebut," imbuh Amelia.

"Rumah kalangan menengah ke bawah terbuat dari gedhek (anyaman bambu)," kata Ketua tim peneliti permukiman kuno zaman Kerajaan Singosari.

Sampai kini peneliti belum berhasil menemukan lokasi istana kerajaan Singosari, karena penelitian tentang permukiman kuno belum dilakukan maksimal.

"Setelah kita menemukan permukiman kuno, baru kita dapat menemukan dimana letak istana kerajaan," ungkap Amelia.

Amelia menambahkan, dalam ekskavasi di Bungku ini, juga ditemukan lempengan batu adesit dan batu bata berukuran besar yang berserakan di halaman rumah-rumah warga.

Batu Adesit ini merupakan bekas reruntuhan 8 candi di sekitar Candi Singosari. Sedangkan batu bata ukuran 60 x 40 centimeter merupakan pondasi permukiman kuno.

Sementara untuk membedakan batu batu besar itu dibutuhkan uji laboratorium untuk mengetahui arang sekam yang melekat di batu bata. Agar diketahui jaman pada masa batu bata itu digunakan.(fat/fat)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Senin, 10 Agustus 2009

detikcom : Daripada Tidak Terurus, Biarkan Ada di Tangan Asing

title : Daripada Tidak Terurus, Biarkan Ada di Tangan Asing
summary : Naskah kuno milik Indonesia yang tersebar di seantero nusantara diperkirakan jumlahnya mencapai puluhan ribu. Dari jumlah itu hanya segelintir naskah yang sudah bisa diarsipkan Perpunas RI. Bahkan, ada naskah kuno yang berada di tangan asing. (read more)

Pengenalan Gamelan, Batik dan Wayang

Mengangkat Kembali Citra Warisan Budaya Indonesia
Pertunjukan gabungan gerak tari, teater dan musik dipersembahkan kelompok Marga Sari pimpinan Shin Nakagawa yang mengambil cerita dongeng "Momotaro" di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8). Kelompok yang memadukan seni tradisi Jawa dan Jepang juga akan bermain di Yogyakarta dan Surabaya.
Senin, 3 November 2008 | 20:56 WIB

Oleh Desy Saputra

Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat luas memiliki beragam warisan budaya di berbagai wilayah dan memiliki ciri khasnya masing-masing.

Demikian banyaknya peninggalan berharga dari nenek moyang Bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain itu kadang membuat warisan budaya itu terabaikan dan bahkan nyaris punah ditelah derap langkah zaman yang semakin modern.

Di Kota Budaya, Solo, Jawa Tengah, kini muncul sebuah gerakan baru yang dipelopori sejumlah orang yang peduli akan pelestarian warisan budaya Indonesia khususnya Batik, Keris, Wayang, dan Gamelan.

Berkaitan dengan sebuah konferensi internasional yang digelar oleh Organisasi Kota-kota Warisan Dunia kawasan Eropa-Asia (Organization of World Heritage Cities-OWHC) di Solo pada 27-28 Oktober, sekelompok kecil orang-orang yang peduli akan pelestarian dan penjagaan warisan budaya itu menggelar ekspo dan workshop warisan budaya berupa batik, keris, wayang, dan gamelan.

Acara ini berlangsung mulai 28-31 Oktober di Halaman Pura Mangkunegaran, Solo. Slamet Raharjo, manajer ekspo, mengatakan workshop menekankan pada pentingnya pengetahuan masyarakat terhadap batik, gamelan, keris, wayang, yang merupakan peninggalan atau warisan budaya berbentuk.

"Lebih jauh lagi adalah pemahaman filosofi dan simbol-simbol yang ada di dalam benda warisan budaya itu," katanya.

Keris juga memberi inspirasi karya warisan budaya lainnya, yakni batik. Dalam visual ragam batik terdapat motif keris yang telah distilasi seperti jenis motif parang, modang, udan liris, dan lain sebagainya. Dalam dunia kesenian keris juga menjadi kelengkapan busana sekaligus senjata perang, sepeti dalam kesenian wayang orang, wayang kulit, kethoprak, dan seni tari.

"Bahkan dalam tokoh pewayangan, keris menjadi pandel atau kekuatan mengalahkan musuh," katanya.

Gamelan

Guru Besar sejarah Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Prof. Dr. Rustopo, S. Kar., M.S mengatakan gamelan merupakan salah satu unsur musikal pokok dalam seni karawitan. Masyarakat etnomusikologis dan praktisi seni karawitan di Barat menggunakan istilah gamelans elain tuntuk menyebut alat musik, juga untuk menunjuk budaya, pengetahuan, dan praktik karawitan.

Terkait pembuatan gamelan, Rustopo dalam tulisannya untuk panduan ekspo menjelaskan bahwa instrumen-instrumen gamelan seperti gong, bonang, saron, dibuat dari bahan logam. Teknologi pembuatan instrumen gamelan itu tampaknya diwariskan secara turun temurun hingga saat ini, yakni dengan membakar dan menempa.

Teknologi tersebut memang seolah tertinggal jauh dari zaman yang semakin modern ini, namun menurut Rustopo cara yang tradisional itu terbukti mampu menghasilkan kualitas produk yang belum tertandingi sampai sekarang.

Proses pembuatan gamelan diawali dengan menyampur dua bahan, yakni 10 bagian timah dan tiga bagian tembaga dalam keadaan cair atau panas kemudian dimasukkan cetakan awal yang disebut kowi. Setelah membeku (dingin, red), bahan dengan bentuk awal itu dipanaskan dan ditempa tahap demi tahap. Setiap penempaan, bahan itu selalu dalam keadaan panas membara.

Menurut Rustopo untuk pembuatan instrumen kecil cukup ditangani dua orang, sedangkan untuk instrumen gong yang berdiameter 90cm ditangani sedikitnya oleh empat orang.

Sekarang ini dengan adanya bantuan peralatan modern seperti "blower" atau penghembus angin, pembuatan sebuah instrumen gong dapat diselesaikan dalam waktu satu hati atau sekitar 8-9 jam kerja. Di Solo, pusat pembuatan gamelan ini terutama ada di Kecamatan Majalaban dan Kota Surakarta.

Walikota Surakarta, Joko Widodo dalam sebuah kesempatan disela-sela pelaksaaan konferensi internasional OWHC Asia-Eropa pernah mengungkapkan worksop dan ekspo semacam ini perlu untuk digalakkan di tengah kehidupan masyarakat yang semakin modern. Bukan untuk menoleh kembali ke belakang, namun warisan budaya asli Indonesia ini harus terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

"Harapannya adanya kegiatan semacam ini menjadi momentum tumbuhnya kesadaran kita semua terhadap pentingnya warisan budaya bagi peradaban manusia," demikian ujar Jokowi, panggilan akrab sang walikota.



Sumber : Ant

Asal Muasal Sastra Indonesia

Indonesia Dimulai dari Minang
Seorang gadis Minangkabau, Sumatera Barat, mengenakan pakaian tradisional berdiri di depan jendela di Rumah Gadang, rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
Sabtu, 15 November 2008 | 15:10 WIB

JAKARTA, SABTU - Bahasa dan sastra Indonesia berutang pada kepandaian orang Minang di awal terbentuknya semangat kebangsaan. Tidak banyak orang melihat alasan mengapa kepandaian itu berawal dari putra-putri yang lahir dari Sumatera Barat.

Sastrawan dan ahli bahasa Remy Sylado mengatakan hal itu pada seminar "Menumbuhkembangkan Bakat dan Menulis Karya Sastra di Ranah Minang," Sabtu (15/11) di Jakarta Convention Center.

"Dalam peta kesastraan Indonesia, tak ada yang tak kenal dengan nama Marah Rusli, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Muhammad Yamin, Usmar Ismail, Asrus Sani, dan seterusnya. Kepandaian itu berawal dari putra-putra yang lahir dari Sumbar, karena terjaganya sendi budaya Minang dalam tindak-tanduk manusianya," katanya.

Menurut Remy, jika sejumlah nama pesastra yang disebut itu sudah marhum, maka kelak kita harus menyebut nama-nama lain yang kini tengah berkibar: Jose Rizal Manua, Gus tf Sakai, ES Ito, dan seterusnya. Namun, di luar itu, nama-nama harus dalam sejarah perjuangan, yang harus disebut takzim, tentulah pertama Imam Bonjol dan kedua Mohammad Hatta. Keduanya menulis puisi.

"Artinya, keduanya mesti dipandang sebagai pelaku kebudayaan, di luar dari bacaan sejarah sebagai pemimpin perang dan proklamator kemerdekaan Indonesia," tandasnya.

Remy berpendapat, awut-awutannya bahasa Indonesia sekarang karena sastranya tidak mendapatkan apresiasi semadyanya. Usaha Taufiq Ismail sejak "Ketika Kata Ketika Warna" sampai dengan buku-buku seri prosa, puisi, esai, merupakan contoh tanggung jawab pesastra Indonesia --baca orang Minang-- terhadap kebudayaan bangsa Indonesia.

"Melalui Ranah Minang kita kembalikan bahasa Indonesia lewat sastra sebagai piranti tamadun kita," tandas Remy Sylado.


Yurnaldi

Kesenian Tradisional Kapan Mendapat Perhatian lebih

Tari Klasik Minim Peminat
Senin, 2 Februari 2009 | 02:42 WIB

BANDUNG, SABTU - Tarian klasik Jawa Barat minim peminat dan jarang ditampilkan. Padahal, tarian klasik sangat kaya warisan budaya dan media baik menanamkan dasar penguasaan seni tari.

Demikian dikatakan Ketua Sanggar Tari Studio 93, Dede Sri Hartati di selasela pementasan tari klasik dan nusantara bertajuk Gurilang Parahyangan di Taman B udaya Jawa Barat di Bandung, Sabtu (31/1). Beberapa tari klasik yang dibawakan antara lain Tari Sulintang, Anjasmara, dan Kandagan.

Menurut Dede, minat masyarakat pada seni klas ik semakin berkurang. Alasannya, gerakan dalam tari klasik dianggap terlalu ketat dan kaku sehingga peminatnya pun semakin berkurang . Akibatnya, dalam berbagai kegiatan masyarakat atau upacara kesenaian tertentu, baik masyarakat atau instansi pemerintah lebih memilih mementaskan tarian kontemporer. Tarian kontemporer dianggap lebih mudah dibawakan dan akrab dengan masyarakat penikmat seni.

Ia mencontohkan beberapa tarian klasik yang jarang ditampilkan. Diantaranya Tari Jayengrana dari Sumedang. Tari ini merupakan salah satu tari kl asik yang lazim disajikan di Kasultanan Sumedang Larang. Di masa jayanya, tarian ini sakral dan tidak sembarang orang menarikannya. Hanya kalangan kasultanan atau orang-orang yang memenuhi persyaratan boleh menarikannya, seperti kewajiban puasa dan tirakat .

Selain itu ada juga Tari Sulintang yang biasa dibawakan beberapa daerah Jabar, diantaranya Bandung. Tarian ini biasa dibawakan putri keturunan ningrat Jawa Barat.

Hal ini menurut Dede sangat disayangkan. Dari sisi warisan budaya, banyak pesan penting tentang kehidupan dan rasa syukur yang coba diungkapkan tari klasik, terutama kalangan ningrat.

"Ironis. Dulu seseorang sangat bangga bila punya kesempatan belajar tari klasik. Saat ini, di saat semua bisa menarikannya, sangat sedikit masyarakat yang mempelajarinya," katanya.

Selain itu dari segi pendidikan tari, tarian klasik sangat ideal sebagai media belajar. Alasannya, dengan penekanan kuat pada dasar menari seperti gerakan kaki, tangan, atau pundak, bisa menjadi bekal baik bagi penari untuk mengembangkan banyak tarian baru.

"Bagi mereka yang ingin belajar tari kontemporer bila dasar tari kla siknya sudah baik biasanya tidak akan banyak kesulitan. Namun, bila awalnya langsung menguasai tari kontemporer biasanya akan kesulitan dan memerlukan waktu lama belajar tari klasik, " katanya.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar, Herdiawan Iing Suranta, perhatian dan apresiasi pada seni tradisi dan klasik Jabar memang harus ditingkatkan. Alasannya, semakin diabaikan maka banyak kesenaian tradisional yang akan hilang, termasuk seni tari.

Oleh karena itu, salah satu cara yang akan dilakukan Jabar dengan mengajak pemerintah daerah atau badan koordinasi wilayah di Jabar memberikan ruang bagi kesenaian tradisional untuk berkembang. Diantaranya menjadi tuan rumah pementasan seni tradisi.

"Dukungan tempat berkreasi sangat penting bagi seni tradisional. Dengan semakin sering dipentaskan pasti semakin banyak masyarakat yang akrab dan kemudian mempelajarinya, " katanya.


CHE

Jumat, 07 Agustus 2009

WO. Ngesti Pandwa Tempatku Kiprah

Ngesti Pandowo
Bertahan dalam Keterbatasan
Senin, 12 Januari 2009 | 23:03 WIB

GEDUNG pertunjukan Ki Narto Sabdho, Senin (12/1) siang itu tampak hening. Tak terdengar aktivitas latihan kesenian ataupun suara musik karawitan di panggung tempat grup wayang orang Ngesti Pandowo ini biasa melakukan pertunjukan.

"Kami memang tidak pernah latihan lagi, tetapi langsung tampil. Latihan hanya membuat biaya operasional kami membengkak," kata Cicuk Sastrosoedirdjo (52), pimpinan grup wayang orang Ngesti Pandowo.

Cicuk sebenarnya prihatin dengan kondisi ini. Namun daripada latihan, dia lebih menekankan pentingnya tampil secara kontinu di depan publik agar Ngesti Pandowo tetap bergaung di Semarang." Kami hanya ingin Ngesti Pandowo tetap eksis sampai kapan pun," katanya dengan nada agak pesimistis.

Meskipun semangat keseniannya berkobar, Cicuk tahu benar kondi si kelompok wayang orang yang didirikan sejak 1937 ini memang sedang diterpa krisis, baik finansial maupun regenerasi.

Namun setidaknya, dengan 85 anggota yang terdiri atas 45 pemain wayang orang, 15 pemain karawitan, dan sisanya adalah pembantu umum, Ngesti Pandowo masih berusaha tetap mendapat ruang di hati penikmat seni Semarang. Mereka tetap pentas setiap Sabtu malam, walaupun tidak pernah untung.

Sejak menghuni gedung Ki Narto Sabdho kompleks Taman Budaya Raden Saleh tujuh tahun lalu, Ngesti Pandowo memang selalu merugi. Pendapatan mereka dari uang tiket tidak pernah sepadan dengan biaya operasional yang dikeluarkan.

Sebagai gambaran, penampilan Ngesti Pandowo yang membawakan lakon Jagal Abilowo pada Sabtu 10 Januari lalu, hanya dihadiri 40 penonton. "Dengan harga tiket Rp 10.000 per penonton, kelompok wayang orang ini hanya menghasilkan Rp 400.000 dan mesti mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp 3.392.000. Padahal, rata-rata penonton hanya 50 orang per sekali pentas," kata Cicuk.

Untuk sekali pentas, para anggota Ngesti Pandowo memperoleh bayaran Rp 30.000-Rp 60.000, tergantung peran dan tanggung jawabnya. Jika sebulan terdapat empat kali pentas, maka gaji para pendekar kesenian itu hanya Rp 120.000-Rp 240.000.

Tak heran, sebagian besar anggota kelompok wayang orang yang pernah jaya pada era 1970-an ini, memiliki pekerjaan lain seperti pedagang, pegawai negeri sipil, swasta, atau mahasiswa.

Widayat (41), sutradara kelompok Ngesti Pandowo, bahkan mesti mengajar tari di sekolah-sekolah untuk membiayai hidupnya dan keluarga. Saya pernah ditawari jadi PNS, tetapi tidak mau. "Karena saya ingin terus berkarya di Ngesti Pandowo, maka saya mencari nafkah juga dari kesenian," ucapnya.

"Untuk bisa menarik hati penonton, Widayat dan Cicuk mengaku mesti menyiasatinya dengan berbagai cara. Lakon yang kami bawakan sekarang cenderung mengikuti pasar. Harus disesuaikan dengan perkembangan," kata Widayat yang orangtuanya juga pemain Ngesti Pandowo generasi kedua.

Regenerasi

Tak hanya soal masalah keuangan, Ngesti Pandowo juga ketar-ketir soal regenerasi. Hingga kini, grup ini sudah sampai generasi keenam. Dan, sebagian besar anggotanya diwarisi secara turun temurun oleh orangtua mereka. "Kami masih kesulitan mencari anggota dari luar garis keluarga yag ada di Ngesti Pandowo. Soalnya, sudah jarang yang tertarik terjun di kesenian tradisional," ucap Widayat.

"Wajar saja, jika Widayat dan Cicuk sudah membina anak-anak mereka agar mencintai kesenian Wayang Orang sejak dini. Setiap kali ada pertunjukan, saya selalu membawa anak saya yang berusia 5 tahun untuk nonton," kata Widayat.

Cicuk bahkan sudah mengajari anaknya, Danu Ismanto Putro (14), peran di sebagian lakon yag dimainkan Ngesti Pandowo. "Anak-anak ini harus bisa meneruskan Ngesti Pandowo ke depannya," katanya.

Sejak berdiri 71 tahun lalu, Ngesti Pandowo sempat tampil keliling ke berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa T imur, DI Yogyakarta, dan Jakarta hingga tahun 1953. Setahun kemudian, Wali Kota Semarang saat itu, Hadi Subeno, memfasilitasi grup ini agar bisa tampil setiap hari di hadapan publik. Tempat itu diberi nama Gedung Rakyat Indonesia Semarang (Graise), yang terletak di Jalan Pemuda.

"Ketika menghuni gedung inilah, Ngesti Pandowo sempat jaya hingga akhir 1970-an. Bahkan, kesejahteraan anggotanya dijamin oleh kelompok ini. Untuk sekolah anak saja dibayari oleh Ngesti," kata Widayat diamini Cicuk.

Namun kini, kelompok wayang orang yang dirintis oleh lima tokoh kesenian Jawa Tengah saat itu, antara lain Ki Kusni, Ki Narto Sabdho, Ki Sastro Sabdho, Ki Darso Sabdho, dan Ki Sastro Soedirdjo, tengah berjuang menghadapi perkembangan zaman. Perkembangan yang menghidupi gemerlapnya budaya modern dan perlahan meninggalkan kesenian tradisional. (ILO)

WIstata Budaya Nusantara

Tradisi Budaya Masyarakat Penyangga Wisata Borobudur
Para penari jathilan tetap semangat meskipun diguyur hujan.
Jumat, 20 Februari 2009 | 02:15 WIB

BOROBUDUR, JAWA TENGAH, JUMAT--Kemasan yang menarik atas kegiatan tradisi budaya masyarakat sekitar Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menjadi penyangga bagi upaya pengembangan kepariwisataan kawasan itu.

"Acara tradisi budaya masyarakat yang hingga kini terus hidup dan dihidupkan menjadi pendukung bagi pengembangan wisata Borobudur," kata pengelola salah satu komunitas masyarakat Borobudur, "Warung Info Jagad Cleguk" (WIJC), Sucoro, di Borobudur, Kamis.

Tradisi budaya masyarakat, katanya, perlu mendapatkan penguatan supaya bisa berkolaborasi dalam kegiatan kepariwisataan di kawasan Candi Borobudur.

Ia menyebutkan sejumlah kegiatan tradisi tahuan masyarakat yang berlangsung di berbagai desa di sekitar candi Buddha yang terbesar di dunia itu antara lain "Ruwat Rawat Borobudur", "Sedekah Gunung", "Sedekah Punthuk Setumbu", "Ritual Gaib", "Ruwat Sengkolo", "Renungan Budaya Siwi", "Sedekah Sendang Suruh", dan "Tetesan".

Berbagai kesenian rakyat yang hingga kini masih dikembangkan masyarakat Borobudur, katanya, antara lain tarian "ndolalak", "ndayakan", "topeng ireng", "jathilan", "kuda lumping", "gatoloco", "slawatan", "kobro siswo", "strek rodat", dan "lengger".

"Mereka memperkaya budaya masyarakat Borobudur," katanya.

Sekitar enam tahun terakhir, katanya, WIJC memfasilitasi terbangunnya suatu jaringan masyarakat pedesaan sekitar Borobudur untuk menggali dan mengembangan tradisi budaya kawasan itu.

Pihaknya sedang menyiapkan rangkaian even budaya bertajuk "Gema Cita Budaya Bumi Sambhara" mulai tanggal 21 hingga 28 Februari 2009.

"Ada 25 grup kesenian rakyat yang akan menggelar pementasan di empat tempat yakni Desa Sambeng, Kebonsari, Giritengah, dan Borobudur," katanya.

Beberapa pementasan ritual dalam even itu adalah "Ritual Ondho Rante" (Borobudur), "Sedekah Kedong Winong" (Sambeng), "Sedekah Kali Bendo" (Kebonsari), dan wayang kulit (Giritengah).


JY
Sumber : Ant

Selasa, 28 Juli 2009

Kebangkitan Gundala 1

Hasmi, Nostalgia Kejayaan Gundala


TEKUN: Hasmi tekun menggoreskan pena gambarnya. Profil Gundala (gambar kanan). SM/Bagas


MEMBICARAKAN kejayaan komik lokal di era tahun 1970-an, tentu kita tak bisa melepaskan ingatan kepada sosok-sosok superhero Nusantara, di antaranya adalah Gundala, si putra petir. Dan kalau ingat Gundala pasti segera ingat pengarangnya, yakni Harya Suraminata atau lebih dikenal dengan nama Hasmi.

Baru-baru ini Penerbit Bumi Langit menerbitkan kembali komik pertama Gundala Putra Petir ini. Dan, tampaknya buku tentang asal-usul Gundala ini disambut antusias penyukanya.

Gundala sebenarnya adalah pemuda Sancaka, seorang ilmuwan yang menemukan serum kebal petir. Karena frustrasi ditinggal pacarnya, Minarti, Sancaka merusak penemuannya. Dalam gelap malam dan hujan lebat, dia berlari ke batas kota. Sebuah petir menyambarnya dan mengangkatnya ke langit. Dia terlempar ke hadapan Kaisar Cronz, yang kemudian mengubahnya menjadi Gundala. Tapak tangannya bisa mengeluarkan petir dan mampu berlari secepat kilat.

Ada semacam nostalgia bagi para penggemar yang pada era itu tumbuh besar berbarengan dengan masa kejayaan komik-komik lokal. Ingatan kemudian membayangkan sepak terjang Gundala bersama-sama Godam, Maza, Pangeran Mlaar, Aquanus, Labah-labah Merah membasmi berbagai kejahatan.

Dengan karya seri Gundala sebanyak 23 judul yang diciptakan antara tahun 1969 dan 1982, Hasmi telah menorehkan fenomena yang terus diingat penggemarnya. Seluruh karya Hasmi itu akan diterbitkan ulang oleh Bumi Langit. "Tapi untuk seri The Trouble dan Bentrok Jago-jago Dunia tidak bisa karena berkaitan dengan hak cipta," kata Hasmi (58) di rumahnya yang sederhana di sebuah gang di Jalan Magelang Km 4 Yogyakarta.

Maklum dalam dua judul itu Gundala dikisahkan bertemu dengan Superman, Batman, dan superhero dunia lainnya. Namun momentum penerbitannya kembali terasa pas benar dengan banyaknya tokoh superhero yang diangkat ke layar lebar, di antaranya Batman Begins, Superman, Fantastic Four, dan Spiderman. "Di Yogya memang penerbitan kembali Gundala disebut penerbitan nostalgia," kata Hasmi.

Dalam perbincangan santai dengannya, Hasmi bercerita tentang pengerjaan Gundala edisi ulang ini dan juga rencananya menghadapi selera pasar yang sudah berubah. Pasar komik sekarang memang lebih banyak dikuasai komik Jepang (manga) dan juga kartun Jepang (anime).

Perlu Prahara

Bagaimana Anda melihat peluang komik lokal untuk bangkit kembali?

Memang harus diakui, sekarang sedang terjadi "badai" manga. Kalau ingin komik lokal kembali disukai pembacanya ya harus dibikin "prahara". Nah untuk kerja semacam ini perlu orang-orang yang peduli, karena bisnis komik modalnya harus besar tapi untungnya sedikit.

Nah Penerbit Bumi Langit bercita-cita menerbitkan kembali semua karakter ciptaan saya, yakni Gundala, Maza, Jin Cartuby, Pangeran Mlaar, Merpati, Kalong, dan Sembrani.

Tapi apakah cukup untuk menjadikan komik Indonesia berjaya kembali?

Memang usaha yang dilakukan harus kontinu. Tidak bisa hanya seperti orang meludah dalam banjir. Pasti hilang. Itulah sebabnya saya sangat senang terhadap adanya lembaga seperti Komik Indonesia. Itu kumpulan para penggemar komik lokal yang sekarang kebanyakan sudah pada mapan. Jadi, bisa intens memberikan perhatian pada perkembangan komik lokal.

Apa pengaruhnya buat para komikus lawas?

Terus terang para komikus senior senang, karena ada harapan semua karakter ciptaan mereka bisa diterbitkan ulang.

Soal Gundala edisi ulang ini?

Saya memang tidak punya masternya. Jadi, ini komik lama yang discan, terus diperbaiki dalam narasinya. Soalnya kan dulu masih pakai ejaan lama (pengerjaan touch-up naskah dilakukan tim Bumi Langit, yakni Andy Wijaya, Iwan Gunawan, Surjorimba Suroto, Syamsudin, dan Toni Masdiono.) Ini juga menyiratkan Gundala menjadi sebuah kerja tim. Dan, saya ke depan tetap berperan utama dalam penampilan fisik Gundala. Dulu honornya hanya cukup untuk sendiri. Jadi, mulai sket, gambar, cover, dan cerita dikerjakan sendiri.

Dulu ide karakter Gundala dari mana?

Saya memang terpengaruh genre superhero dunia saat itu. Tapi filosofi power-nya yang berupa petir itu saya ambilkan dari tokoh legenda Ki Ageng Selo yang diceritakan bisa menangkap petir. Sementara bentuk fisik Gundala, saya meniru The Flash.

Tetapi kan ada yang khas dengan seluruh seri Gundala ini.

Memang, dulu sampai sekarang yang diingat itu adalah cerita dan adegan kocak yang khas bagi superhero lokal. Jadi, bisa saja Gundala investigasi sampai ke planet-planet lain, tetapi suatu ketika juga bisa menanyai tukang becak di Malioboro. Nah ramuan lokal yang kocak inilah yang bikin Gundala diterima pembacanya. Dialog-dialog dengan sahabatnya, Nemo, juga khas Yogyakartanan.

Kayaknya yang paling rame dan paling dikenang adalah seri Gundala Bentrok Jago-jago Dunia?

Hahaha zaman dulu kami memang buta atau tepatnya membabibuta. Pokoknya ingin bikin sensasi. Makanya Gundala ditarungkan melawan Superman, Batman, Thor, dan lain-lain. Tidak sadar kalau itu tindakan kriminal, karena memakai karakter ciptaan orang lain tanpa izin. Untuk terbitan ulang ini nanti kayaknya judul itu tidak dicetak karena berkaitan dengan hak cipta.

Wajah Nemo, sahabat Gundala, kok kayak Anda ya?

Nemo itu memang cerminan diri saya dan itu juga nama panggilan saya. Itu kayak sahabat Godam, yakni Nur Slamet yang merupakan kepanjangan dari nama pengarangnya, Wied NS atau Wied Nur Slamet. Selain itu dulu saya suka memasukkan profil rekan-rekan ke dalam komik sebagai figuran hehehe. (Dalam sebuah cerita Gundala dikisahkan menengok latihan Teater Stemka Yogya dan diperkenalkan kepada sutradaranya. "Ini, kenalkan, Mas Landung". Dan, Hasmi memang menggambar profil dramawan Yogya, Landung Simatupang).

Ke depan, apa yang akan Anda lakukan dengan Gundala ini?

Sekarang pasar memang sedang dikuasai komik Jepang. Nah kalau ingin menerbitkan Gundala dengan seri baru, harus ada pembaruan di karakter Gundala ini. Saya dan Penerbit Bumi Langit akan mengadakan angket untuk melihat respons pembaruan Gundala ini. Kami ingin membangkitkan karakter Gundala supaya lebih ngotani. Tidak terlalu ndesa.

Ini masih kemungkinan lo, mungkin saya akan bikin Gundala menghadapi krisis, lalu dia koma. Dan muncul kembali dengan kostum baru. Ini hampir sama dengan perubahan kostum Batman maupun Superman yang terus diperbarui penampilannya.

Seri Gundala

Selain Gundala Putra Petir (Kentjana Agung,1969), judul seri selanjutnya adalah Perhitungan di Planet Covox (1969). Di sini Gundala bertemu dengan Pangeran Mlaar, yang memiliki tubuh bisa melentur. Mlaar adalah putra mahkota yang terkudeta. Gundala membantu mengembalikan tahtanya. Persahabatan itu membuat Mlaar jadi sering main ke Yogyakarta.

Judul berikutnya adalah Dokumen Candi Hantu (1969), yang merupakan pemunculan pertama musuh bebuyutan Gundala, yakni Ghazul. Lalu Operasi Goa Siluman (1969), The Trouble (1969), Tantangan buat Gundala (1969), Panik (1970), Kunci Petaka (1970).

Kemudian dalam Godam vs Gundala (Prashida, 1971) dikisahkan Gundala dan Godam tanpa sengaja tertukar kostum dan kekuatan super masing-masing. Masing-masing saling menuduh mereka palsu dan terjadilah perkelahian luar biasa. Warga Yogya yang menonton jadi bingung, kedua superhero itu kok bertarung. "Mungkin mereka berebut pacar," komentar seseorang.

Setelah mengadu pada pencipta masing-masing, mereka akhirnya bisa balik normal kembali. Kemudian Gudala juga hadir dalam Bentrok Jago-jago Dunia (Prashida, 1971), Gundala Jatuh Cinta (1972), Bernapas dalam Lumpur (1973), Gundala Cuci Nama (1974), 1.000 Pendekar (1974), Dr Jaka dan Ki Wilawuk (1975), Gundala sampai Ajal (1976).

Dalam Pangkalan Pemusnah Bumi (1977), Gundala diceritakan bertemu untuk pertama kali dengan calon istrinya. Kemudian berikutnya terbit Pengantin buat Gundala (1977), Bulan Madu di Planet Kuning (1978), Lembah Tanah Kudus (1979), Gundala Sang Senapati (1979), Istana Pelari (1980), dan terakhir Surat dari Akherat (1982).

Yang menarik kisah-kisah Gundala terkadang merupakan cerminan kisah hidup Hasmi. Dalam Gundala Jatuh Cinta digambarkan cinta Sancaka kepada Cakti, mahasiswi semester 2 ABA, anak kos asal Pasuruan Jatim. Namun Cakti menolak cintanya, sehingga Sancaka patah hati dan limbung. "Hahaha itu refleksi kegagalan cinta saya," kata Hasmi.

Dalam Pengantin buat Gundala maunya Hasmi yang lahir 25 Desember 1946 ini mencurahkan keinginannya untuk segera kawin. Tetapi ternyata jodohnya baru diberikan Tuhan dua tahun lalu. "Saya menikah sudah kepala lima," katanya. (Bagas Pratomo-46t)Suara Merdeka, 21 Juli 2005

Wisata Panorama Dinasti Sanjaya

Dieng, Bulan Madu Menikmati Candi
Senin, 28 Juli 2008 | 17:31 WIB

DIENG, MINGGU - Situs kompleks percandian Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (28/7) ramai dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara, menyusul selesai dipugarnya Candi Arjuna. Berbagai atraksi kesenian tradisional masyarakat setempat ditampilkan. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik yang datang untuk meresmikan Museum Kailasa dan Candi Arjuna setelah dipugar sejak 2006 lalu, menyatakan kekagumannya akan keindahan alam kawasan dataran tinggi Dieng yang berhawa sejuk.

"Kawasan wisata ini menarik untuk jadi wisata bulan madu, karena sepi dan dingin. Orang Jepang dan Korea senang tempat seperti ini untuk menikmati bulan madunya. Saya saja berpikir, kapan bisa bulan madu kedua di Dieng," katanya.

Dataran tinggi Dieng berada pada ketinggian 2.000 - 2,500 mdpl, terkenal karena tinggalan purbakala dan pemandangan alamnya. Sampai saat ini terdapat 22 prasasti berbahasa Jawa Kuno yang berisi gambaran Dieng sebagai pusat kegiatan religius. Dieng semula merupakan gunung berapi yang meletus dengan dahsyat, dan menyebabkan puncaknya hancur. Dataran terbentuk dari kawah gunung yang telah mati kemudian jadi danau dan dikeringkan untuk kegiatan agama Hindu.

Abad ke VIII sampai XII Masehi, dibangun candi-candi. Situs kompleks percandian Dieng seluas 900.000 meter persegi terdiri dari kompleks Candi Arjuna, Candi Dwarawati, Candi Gatot Kaca, dan Candi Bima. Kompleks Candi Arjuna terdiri dari Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.

Jero Wacik menjelaskan, kawasan percandian Dieng dikembangkan atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai tempat tujuan wisata, bukan hanya kompleks percandian Dieng yang menarik untuk dinikmati, tetapi juga keindahan alam dan sejuknya hawa pegunungan, serta wisata alam dengan empat buah telaga.

"Sekarang dilengkapi dengan Museum Kailasa, yang memberikan informasi tentang kepurbakalaan di dataran tinggi Dieng. Di museum ada temuan-temuan lepas yang sangat bernilai, arca khas Dieng seperti arca Siwa Trisirah dan Siwanandisawahanamurti. Benda-benda purba itu bukan tidak ada makna, tapi punya filosofi dan pemahaman akan nilai luhur," paparnya.

Menurut Jero Wacik, pemahaman ini diharapkan dapat mengubah sikap masyarakat khususnya generasi muda dalam memandang arti pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya, situs, dan kawasan. Juga bagi masyarakat sekitar Dieng agar dapat terlibat secara aktif dalam pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya setempat.



Jumat, 17 Juli 2009

SUPERHERO INDONESIA

Link

SUPERHERO INDONESIA

Link

Kapan Legowo dan Dewoso... Oh Wongsoku ?

Kapan kita Dewasa .... kalau kita ribut terus ?
DPT ganda, Fiktif, di bawah umur, udah meninggal, kartu udah tercontreng ?.... ributnya bukan main...
Maaf bapak-bapak Tim Sukses PilPres (yang kalah) yang cerdik nan pandai... saya orang bodoh bukan politik pula....tapi setidaknya saya netral ... . mari coba kita cermati....
DPT Ganda.... apa ya mungkin mereka dikasih 2 undangan...? apa nggak ada saksi atau pengawas termasuk anda yang ada di lapangan hingga mereka bisa nyoblos 2 X ? Gimana kalau yang ganda itu malah menguntungkan calon pasangan anda ? dan berapa % sih ?
DPT Fiktif.... ? Ini berapa banyak ?... Berapa % ?
DPT di bawah umur... apa ya mungkin mereka di kasih undangan...? kalau ya mereka datang ke KPS apa saksi-2 akan diem aja...? Kalau dikhawatirkan diganti Lha apa semua para tetangganya udah pasti ngebiarin ? Dan para KPPS apa buta... ndak ngelihat undangan dan orangnya... Mereka kan kenal orang-orangnya yang di satu kampung ? DPT udah meninggal.... Na... ini seru... kalau banyak lebih seru lagi... karena pasti para Tim sukses itu pada ketakutan.... ngebayangin mereka yang udah mati itu pada Bangkit dari Kuburnya... untuk ikut nyontreng di TPS.... Whuaaa.... takuuut... !!!! Kalau ini saya lebih terima .....kalau daftar yang udah meninggal dipermasalahin dengan alasan.... nakutin orang-orang . Mbok biarin ajalah paaaaak....pak, ngapain dipermasalahin ???!!!!!!!!
Kartu Udah tercontreng.... Ini lagi dipermasalahin !!!.... apa ya udah pasti itu ulah tim atau simpatisan SBY ?.... apa ndak mungkin ada orang iseng,... waktu ada proyek melipat kertas?,...Atau ada orang sengaja menjelekkan SBY-Budiono, agar dipermasalahin... atau emang biar KPU diributin.... biar gak sah hasilnya.... karena udah bisa diramal siapa bakal jadi pemenang ?..... Berapa banyak sih pak... yang udah di contreng ... ada 0,1 % ????!!!!
Marilah kita dewasa.... Rakyat udah capek denger para tim Sukses ngomel-2 !
Jul 14, '09 4:35 AM
for everyone

Kenapa ya Bom Meledak Lagi di Kuningan ?

Terus terang orang -orang seperti kita ini nggak bisa menyelami jalan pikiran para pengebom ...bukankah yang banyak terkena Bom adalah orang-orang tidak berdosa,...mereka yang ngebom selalu berdalih bahwa... yang ikut jadi korban adalah memang takdirnya... dan sudah pasti masuk surga... Masya Allah...!!!!
Semoga dengan kejadian ini Pariwisata kita nggak terganggu,... sebab Pariwisata sudah jadi no 2 penyumbang Devisa,... Kalau terganggu ... aduh pertumbuhan ekonomi akan lamban lagi dan masyarakat umum yang akan menerima dampaknya.... Semoga kita semua diampuni oleh Tuhan yang Maha Esa...

Minggu, 24 Mei 2009

Apa Yang Kurang dari Wisata Kita ?

Dari Info yang gua dapat negara kita ini di Asean menjadi daerah tujuan pilihan wisata yang ke 4,... walah.... ! Yang pertama kalo gak salah Singapore, trus Malaysia dan ke 3-nya Thailand.... kenapa ya....? Bukankah aset wista kita jauh lebih banyak en menarik dibanding negara-negara itu.... ?
Dah gitu rata-rata On stay atau lama tinggal para wisman kita hanya 7 - 9 hari, sedangkan di Malaysia bisa sampe 12 hari,....kumaha atuh... kang ,... neng...?
Yo urun rembug....buat majuin wisata kita ... kalau maju kan buat kita-kita juga ....

Senin, 27 April 2009

Pemilu dan Pariwisata

Baru saja Kita ngelaksanaain pemilu,.... puas ? tergantung kalau sekadar partisipasi sebagai warga negara yang baik, Ok.
Cuman masalahnya setelah pencontrengan selesai banyak warga yang gelo... nyesal! Kenapa ?.... Ya karena belum selesai hitungan, para elite politik sudah pada ribut mempersiapkan perang lagi untuk pemilu lanjutan... ! Ya Pil Pres,.... sebenarnya gak ada yang salah keliatannya.... wong mau cari menang kok,... biar jadi presiden.... dan kabinet segera terbentuk,.. dan kita berharap lagi... supaya pemerintah yang baru nanti... lebih baik,... dan kita lebih makmur....
Ok cari menang sih cari menang,.... koalisi si koalisi,... cuma itu lho.... wong platform partai atau visinya aja beda... maksudnya ideologi berbeda... kok mau gabung.... wah wah wah.....! terus apa gunanya... bentuk partai baru.... Naaaaaa makin ketahuan kan ?....... berarti waktu bentuk partai itu udah pada gak jelas ideologinya.... bukan ngebela rakyat..... tapi karena gak cocok sama pengurus partai .... gak dapat jatah kursi caleg.... atau sebab lain yang pokoknya kepentingan pribadi gak ketampung atau kesampaian..... yaaaa..... aaaakhirnya bentuk partai sendiri aja., ah... barang kali gua dapat kursi lagi di caleg.... terus kalo pemilih banyak... gua terkenal... sukur-sukur diambil pak SBY jadi mentri....Gitu kali yaaaa para pemikir.... para pembuat Partai....
Sayang.... sayaaaaaaangng sekali.... mungkin cuma segelintir orang yang mau jadi caleg karena emang pengin mbenahi rakyat dan negara....
Lantas apa nech hubungannya Pemilu dan Wisata.....?!...wuah banyak.... kalo pemilu kali ini gagal mencetak pemerintah, maksude presiden dan anggota DPR yang....sama aja kualitas dan perilakunya dengan wakil-wakil rakyat... yang kemaren,.... yang udah bisa ditebak.... negara gak bakal maju konsepnya dan kerja juga gak bener,.... trus pariwisata juga gak kepikirin untuk dibenahi... walhasil ya... pariwisata gak maju,... devisa dari sektor ini tambah turun,. padahal beban APBN makin gede... sumber devisa makin kecil..... Makanya.... sekali lagi, jangan cuma pajak doang yang digenjot, atau kenaikan BBM....!!! Sekali lagi ..... Garap Pariwisata dengan benar dan sungguh-sungguh,.... Jangan cuma iklan taat bayar pajak yang digembar-gemborin... Buat iklan kampanye Pariwisata yangmenarik.... jadikan Pariwista sumber devisa nomor 1 dan kontribusinya yang paling besar di antara sumber pendapatan negara yang lain.... karena emang potensi negara ini di sektor pariwisata yang paling menjanjikan dan memungkinkan.... asal tahu caranya dan Niat......Okeeeeeee???!!!!!!